Jumat, 29 Mei 2009

Perbandingan Sajak ”Krawang-Bekasi” Karya Chairil Anwar dengan Sajak ”The Young Deadssoldiers”
Karya Archibald Mac Leish

Pendahuluan
Sastra bandingan adalah telaah atau analisis terhadap kesamaan dan pertalian karya sastra berbagai bahasa dan bangsa. Telaah bandingan sastra ini khususnya dalam kesusastraan Indonesia relatif baru (comparative leiterature) (Zaidan, dkk., 1991:123). Sastra bandingan merupakan kajian yang menekankan pada relasi di antara karya sastra yang berbeda budaya. Mazhab Perancis mengemukakan bahwa ahli sastra bandingan berusaha meneliti karya sastra dengan membandingkannya dengan karya sastra lain dengan mempertimbangkan aspek linguistik, pertukaran tema, gagasan, dan nasionalisme. Mazhab Perancis lebih menekankan pada perbandingan sastra dengan sastra nasional yang didasarkan pada aspek-aspek intrinsik.
Mazhab Amerika berbeda dengan mazhab Perancis. Mazhab Amerika memiliki cakupan yang lebih luas seperti yang dikemukakan oleh Hendry Remark, bahwa studi karya bandingan merupakan karya sastra antarnegara, bangsa, di satu pihak dan studi bandingan antarbidang di pihak lain. Mazhab ini mengkritik tolak ukur sastra nasional, seperti yang dikemukakan mazhab Perancis, bahwa sastra nasional terlalu sempit, oleh karena itu mazhab Amerika cenderung melihatnya sebagai tolak ukur yang bersifat kultural. Perbedaan budaya dan bangsa sudah cukup bagi mazhab ini untuk melaksanakan suatu perbandingan.
Sejalan dengan pandapat di atas, ada dua karya sastra sajak yang menarik untuk dibandingkan, yaitu ”Krawang Bekasi” karya Chairil Anwar dan ”The Young Deadssoldiers” karya Archibald Mac Leish. Kedua sajak tersebut telah memenuhi syarat untuk dibandingkan, karena keduanya memiliki memiliki perbedaan bahasa, perbedaan politik, dan perbedaan wilayah.


Sajak ”Krawang-Bekasi”
Sajak “Krawang-Bekasi yang merupakan karangan Chairil Anwar menurut Agus R. Sardjono, penyair terkemuka Bandung, sajak ini bersifat sastra mimbar, untuk menyebut jenis sajak-sajak yang bersifat sosiologis (yang berpretensi untuk menjawab atau menanggapi fakta-fakta sosial), dan biasanya dibaca dengan suara keras atau menyeru-nyeru, serta dengan tangan terkepal. Sajak “Karawang-Bekasi” ini lebih melukiskan heroisme.
Sajak ”Krawang-Bekasi”, apabila dilihat dari tipenya merupakan jenis kesusastraan lama, karena sajak ini ditulis pada tahun 1946. Sajak ”Krawang-Bekasi” merupakan sajak yang berasal dari wilayah negara Indonesia, karena pengarangnya Chairil Anwar berasal dari Indonesia, dan daerah ”Krawang-Bekasi” merupakan daerah di Indonesia. Hal ini terlihat pada larik:
”Kami jang kini terbuang antara Krawang-Bekasi”
(larik pertama bait pertama)
”beribu kami terbaring anatara Krawang-Bekasi”
(larik terakhir bait terakhir)
Bahasa yang digunakan sajak ”Krawang-Bekasi” adalah menggunakan bahasa Indonesia, karena pengarangnya berasal dari Indonesia, dan ini dapat dibuktikan pada larik-larik sajak yang menggunakan bahasa Indonesia.
Unsur politik yang terdapat dalam sajak “Krawang-Bekasi” adalah upaya untuk meraih kemerdekaan dan melepaskan diri dari penjajahan.
Puisi “Krawang-Bekasi” terdiri dari 13 bait, dan pembaitannya bersifat campuran. Pada bait satu dan dua memiliki persamaan sajak ( i-i ). Tanda baca yang terdapat dalam sajak ini adalah tanda titik ( . ), ( , ), dan ( ? ). Ini terlihat dalam bait pertama larik kedua, ait keempat larik pertama yang menggunakan tanda titik ( . ). Tanda koma ( , ) terletak pada bait keempat larik kedua, bait kelima larik kedua, bait kesembilan larik pertama dan kedua. Tanda tanya ( ? ) terlihat pada bait kedua larik kedua.
Struktur puisi ini tergolong puisi yang panjang dan banyak. Tiap bait puisi ini sebagian besar setiap baitnya terdiri dari dua larik, ini terlihat pada bait satu sampai enam, serta bait kesepuluh. Pada bait ketujuh terdiri tiga larik, bait kedelapan satu larik, bait ke sembilan tiga larik, bait kesebelas terdiri dari lima larik, sedangkan bait ke-12 dan ke-13 terdiri dari tiga larik. Puisi ini terdapat dua persajakan, yaitu horisontal dan vertikal. Persajakan horisontal dapat dibuktikan pada,
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah djiwa kami
Mendjaga Bung Karno
Mendjaga Bung Hatta
Mendjaga Bung Sjahrir

Persajakan vertikal terlihat antara satu baris dengan beris berikutnya yaitu pada bait kesatu, kedua, kelima, keenam, dan kesembilan. Adanya pemilihan kata atau diksi yang “apik” disebabkan oleh adanya ungkapan kiasan yang mudah dipahami oleh pembaca.
Aminuddin (1987:149), lapis-lapis norma menurut Roman Engarden adalah,
a. makna
b. dunia rekaan yang diciptakan pengarang
c. point of view, yag berkaitan dengan masalah penyikapan, dan
d. methaphysical qualities
Lapis makna dalam sajak “Krawang-Bekasi” adalah bahwa kita harus mengenang jasa para pahlawan atas jasa-jasanya dan meneruskan perjuangan mereka. Pada lapis dunia rekaan terdapat pada larik “Kami tjuma tulang-tulang berserakan”, larik ini mengandung majas hiperbola, yang bemakna bahwa pada baris tersebut membuat kita seakan-akan menerawang tentag adanya tulang-tulang yang berserakan yang tidak terurus. Bagian point of view sajak ini menggunakan sudut pandang orang kedua (kami), ini terlihat pada larik “
Lapis terakhir adalah lapis yang memiliki kualitas metafisis yaitu terdapat pada larik “Berdjagalah terus di garis batas persenjataan dan impian”. Selain mengandung metafisis larik ini mengandung daya imajinasi yang tinggi, yaitu impian dan harapan akan hari kemerdekaan.
Isi cerita dari sajak ”Krawang-Bekasi” menurut imajinasi pengarang adalah menggambarkan para prajurit yang sedang berjuang untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dan melepaskan diri dari penjajahan, kemudian para prajurit tersebut tewas dalam pertempuran ”Krawang-Bekasi”. Prajurit muda yang telah tewas tersebut ingin selalu dikenang oleh rakyat Indonesia, serta agar perjuangan mereka diteruskan oleh rakyat Indonesia.
Nada sajak merupakan sikap penyair yang diberikan kepada pembaca. Nada yang tersirat dalam sajak ini adalah tentang semangat pengorbanan perjuangan bangsa Indonesia.
Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi. Suasana yang terdapat dalam sajak “Krawang-Bekasi” adalah menggambarkan tentang emosi semangat para pejuang dan keharuan demi merebut kemerdekaan bangsa Indonesia, sehingga dengan suasana yang muncul tersebut dapat mengorbankan semangat rakyat Indonesia untuk melanjutkan perjuangan.
Motif yang terdapat dalam sajak ini adalah
a. Motif perjuangan → menggambarkan para prajurit yang sedang berjuang demi merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah.
b. Motif amanat → adanya pesan pengarang agar tetap mengenang jasa prajurit yang telah tewas dalam pertempuran ”Krawang-Bekasi”.
Tema sajak ini adalah perjuangan, hal ini dapat dilihat dalam isi ceritanya.

Sajak ”The Young Deadssoldiers”
Sajak ”The Young Deadssoldiers” berasal dari wilayah Amerika yang diterbitkan setelah perang dunia II, karena pengarangnya Archibald Mac Leish merupakan penyair dari Amerika. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris dari negara Amerika, ini terlihat pada larik sajak yang menggunakan bahasa Inggris. Unsur politiknya adalah upaya menciptakan perdamaian dunia. Berdasarkan tipenya sajak ini sama dengan sajak “Krawang-Bekasi” yang merupakan jenis kesuastraan lama, karena sajak ini ditulis setelah perang dunia II.
Sajak ”The Young Deadssoldiers” terdiri dari sembilan bait. Dalam setiap baitnya, terdiri atas larik-larik yang tidak sama. Bait pertama, keempat, dan kelima terdiri atas tiga larik, bait kedua dan ketiga terdiri dari dua larik , bait keenam terdiri dari empat larik, sedangkan bait kesembilan terdiri dari sembilan baris.
Puisi ini bermajas tidak sama dan tidak teratur. Tetapi terdapat banyak pengulangan kata antara baris 1 dengan baris di bawahnya, ini terlihat pada larik ke 6, 8, 11,14,18 dan 22.
Melihat unsur bahasa Archibald Mac Lersh menggunakan pilihan kata yang baik, sehingga kata-katanya bermakna konotasi dan mempunyai makna tersirat yang dapat diambil amanatnya oleh pembaca.
Dalam hal pembagian lapis menurut Engarden, lapis makna pada sajak ini berisi seruan para prajurit yang mati muda, karena mereka ingin dikenang dan ingin menciptakan perdamaian yang abadi bagi rakyat.
Lapis dunia rekaan terdapat pada baris “Tetapi mereka di dengar di rumah-rumah sunyi”. Sajak ini membuka daya khayalan kita pada dunia kubur, sehingga daya imajinasi kita muncul setelah membaca larik tersebut. Pada lapis point of view, menggunakan sudut pandang menggunakan sudut pandang orang kedua (kami). Untuk lapis kualitas metafisis terdapat pada larik “Meskipun jiwa dan kematian kami untuk perdamaian dan harapan baru” baris tersebut seakan membawa kita menerawang jauh pada perjuangan untuk menciptakan perdamaian dunia.
Sajak ”The Young Deadssoldiers” mengisahkan para prajurit muda yang mati ketika sedang berperang demi menciptakan perdamaian.. Tetapi dalam sajak itu tidak terikat oleh waktu dan tempat. Sajak tersebut juga tidak menyebutkan tentang kemerdekaan bangsa lain, dan musuh yang dilawan oleh para prajurit. Karena sajak tersebut diterbitkan setelah perang dunia II, mungkin para prajurit tersebut adalah prajurit Jepang, Amerika, Italia, Jerman atau Perancis.
Nada dan suasana yang tersirat dalam ”The Young Deadssoldiers” adalah tentang memimpin sebuah perdamaian dunia, sedangkan suasananya menggambarkan tentang suasana ketakuatan, kesedihan, keharuan akan perdamaian dunia. Temanya adalah perjuangan, yang dapat dilihat dalam isi sajak.

Motif yang terdapat dalam sajak ini adalah
a. motif perjuangan → menggambarkan para prajurit yang sedang berjuang untuk menciptakan perdamian dunia
b. Motif amanat → adanya pesan pengarang agar tetap mengenang jasa prajurit yang telah tewas dalam pertempuran ”Krawang-Bekasi”.
ajak ”The Young Deadssoldiers”.

Persamaan dan Perbedaan Struktur, Isi Sajak ”Krawang-Bekasi” dengan ”The Young Deadssoldiers”
Sajak ”Krawang-Bekasi” dengan ”The Young Deadssoldiers” memiliki persamaan struktur pada makna, diksi, dan sudut pandang atau point of view. Persamaan ini terletak pada prajurit muda yang ingin dikenang jasa-jasanya atas perjuangan mereka. Untuk bagian diksi terdapat kesamaan pilihan kata yang ”apik” dengan kata-kata kiasan yang mudah dipahami oleh pembaca, sedangkan sudut pandang yang digunakan juga sama, yaitu menggunakan sudut pandang orang kedua (kami).
Perbedaan struktur kedua sajak tersebut adalah sebagai berikut:
Lapis Sajak
”Krawang-Bekasi” Sajak
”The Young Deadssoldiers”
Methaphysical qualities Impian dan harapan akan hari kemerdekaan. Membawa kita menerawang jauh pada perjuangan untuk menciptakan perdamaian dunia.
Dunia rekaan Larik “Kami tjuma tulang-tulang berserakan”, larik ini mengandung majas hiperbola, yang bemakna bahwa pada baris tersebut membuat kita seakan-akan menerawang tentag adanya tulang-tulang yang berserakan yang tidak terurus. Membuka daya khayalan kita pada dunia kubur, sehingga daya imajinasi.

Persamaan isi sajak ”Krawang-Bekasi” dengan ”The Young Deadssoldiers” adalah terletak pada isinya yang sama-sama menceritakan tentang perjuangan para prajurit di medan perang. Bedanya, apabila sajak ”Krawang-Bekasi” prajuritnya berperang demi merebut kemerdekaannya, sedangkan sajak ”The Young Deadssoldiers” para prajuritnya berperang demi menciptakan perdamaian. Persamaan yang lain adalah pada dan motif. Temanya adalah perjuangan, apabila sajak “Krawang-Bekasi” perjuangan untuk kemerdekaan, sedangkan ”The Young Deadssoldiers” perjuangan untuk perdamaian dunia. Motifnya adalah sama, yaitu motif perjuangan dan amanat.
Perbedaan dua sajak tersebut juga terlihat pada perbedaan bahasa, politik, dan wilayah.
Perbedaan Sajak
“Krawang-Bekasi” Sajak
”The Young Deadssoldiers”
Bahasa Bahasa Indonesia Bahasa Inggris
Wilayah Indonesia Amerika serikat
Politik Perjuangan kemerdekaan dan melepaskan diri dari penjajah. Perjuangan menciptakan perdamaian dunia.

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kedua sajak tersebut, dapat dikatakan bahwa sajak Chairil Anwar yang berjudul ”Krawang-Bekasi” merupakan saduran dari sajak Archibald Mac Leish ”The Young Deadssoldiers”. Karena sebenarnya Chairil Anwar menciptakan sajak baru dengan meminjam dan sekaligus diilhami oleh beberapa larik sajak Archibald Mac Leish.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar