Jumat, 29 Mei 2009

STUDI PERBANDINGAN ANTARA TEORI KONSTRUKTIVISME
DAN KONSEP E-LEARNING DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA

Abstrak.Teori konstruktivisme adalah teori yang berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi melalui suatu proses membangun pengetauan dari diri siswa yang umumnya dipengaruhi oleh pengajar, materi ajar dan siswa itu sendiri. Sedangkan konsep e-learning adalah sistem yang berfungsi sebagai mediator dan katalisator dalam belajar, sama halnya dengan fungsi guru dalam sekolah konvensional. Selanjutnya penulis membandingkan proses dan hasil pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan teori di atas. Pada teori konstruktivisme dituntut keaktifan siswa untuk pengembangan diri, pengajar aktif untuk mengembangkan teori dan strategi, sarana cukup sederhana sehingga biaya murah, sedangkan dalam konsep e-learning, siswa harus aktif menggali informasi secara mandiri, pengajar tidak aktif, sarana belajar harus lengkap sehingga memerlukan biaya yang cukup mahal. Namun, baik teori konstruktivisme maupun e-learning mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kedua teori tersebut mempunyai pengaruh terhadp hasil belajar-mengajar, sekalipun hasilnya berbeda. Dalam hal penerapan praktik menulis akademik dalam bahasa Indonesia, para siswa yang belajar dengan teori konstruktivisme hasilnya lebih baik daripada e-learning, sedangkan dalam penguasaan kosa kata dan istilah hasilnya lebih baik siswa, maka teori konstruktivisme dan e-learning sama-sama dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses belajar-mengajar, khususnya dalam proses belajar-mengajar, khususnya dalam proses belajar-mengajar hal menulis akademik.
Kata kunci: konstruktivisme, e-learning, pembelajaran bahasa.

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat membutuhkan perubahan materi yang fleksibel dan harus disesuaikan dengan perkembangan teknologi tersebut. Dalam model pembelajaran berbasis web terdapat struktur belajar mandiri yang menyediakan materi dan tugas yang memungkinkan adanya interaksi terbuka dan efektif antara guru dan siswa, sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sulit sehubungan dengan masalah konsep yang dihadapi dalam suatu pembelajaran.
Menurut teori konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dan lain-lain. Dalam konsep konstruktivisme menyatakan bahwa semua pengetahuan yang kita peroleh adalah hasil konstruksi kita sendiri, maka sangat kecil kemungkinan adanya transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain (Max Darsono, 2000)
Dalam proses belajar di kelas, menurut Nurhadi dan kawan-kawan (2004), siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan ide-ide, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme ini adalah ide. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu, maka belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi, bukan menerima pengetahuan.
Penulis berharap dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan studi perbandingan antara teori konstruktivisme dan konsep e-learning dapat menjadi pedoman bagi guru agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses belajar mengajar.

KAJIAN PUSTAKA
STRATEGI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori konstruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini.
Filsafat konstruktivisme menjadi landasan bagi banyak strategi pembelajaran, terutama yang dikenal dengan nama student-centered learning, yang digunakan adalah pembelajaran bukan belajar mengajar. Hal ini perlu dipahami berdasarkan premis dasar konstruktivisme yang mengutamakan keaktifan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh. Dalam hal ini siswa dan proses belajar siswa menjadi fokus utama, sementara guru berfungsi sebagai fasilitator, dan atau bersama-sama siswa juga terlibat dalam proses belajar. Berdasarkan konstruktivisme, guru ataupun buku teks bukan satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran (Pannen Paulina dkk, 1998)
Siswa mempunyai akses terhadap beragam sumber informasi yang dapat digunannya untuk belajar. Beberapa jenis informasi mungkin akan lebih dominan bagi satu siswa dibandingkan siswa lain karena adanya selective conscience. Perilaku dari pembelajaran konstruktivisme menunjukkan kemampuan siswa untuk mengahsilkan sesuatu (generate), menunjukkan suatu kinerja (demostrate peformance), dan memamerkan hasil karyanya untuk umum (exhibit) bukan sekedar mengulang apa yang sudah diajarkan gurunya (Soekamto, T dan Winaputra, U.S, 1999).
Sardiman (2005:15) teori konstruktivisme ditakrifkan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu maksud daripada apa yang mereka pelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan idea yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang itu mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamik.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
a. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman sedia ada.
b. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi di antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan maklumat baru dengan pemahamannya yang sedia ada.
e. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Ia berlaku apabila seorang pelajar menyedari idea-ideanya tidak konsisten atau secocok dengan penerangan saintifik.
f. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir yang dipergunakan dalam pembelajan konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong (Achmad Sugandi, dkk, 2006:41).
Menurut Baharudin dalam buku teori belajar dan pembelajaran (2007:127), pendekatan belajar konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar. Strategi-strategi belajar tersebut adalah,
a. Top-Down Processing
Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.


b. Cooperative learning
Adalah stretegi yang digunakan untuk proses belajar, dan siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi.
c. Generative learning
Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperleh dengan seksama. Sehingga dengan menggunakan pendekatan generative learning diharapkan siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut (http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/21/construktivisme-teori-konstruktivisme)
Konstruktivisme pada dasarnya merupakan sebuah teori tentang bagaimana orang belajar. Teori ini memandang seseorang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Di dalam konteks pembelajaran, siswa dipandang sebagai individu yang aktif membangun pemahamannya sendiri dan pengetahuan dunia sekitarnya dengan mengalami sendiri dan merefleksikan pengalaman tersebut.
Dalam konstruktivisme, guru berperan sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran. Ia sebaiknya mengetahui tingkat kesiapan anak untuk menerima
pelajaran, termasuk memilih metode dan teknik yang tepat dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Dalam kaitannya dengan pembelajaran mata pelajaran tertentu, guru seharusnya mengetahui hakikat mata pelajaran itu sendiri, hakikat anak, dan cara mengajarkan mata pelajaran tersebut menurut teori yang diterapkan. Guru yang tidak mengetahui ketiga hal tersebut di atas bagaikan tidak mempunyai dasar dan tujuan yang jelas dalam mengajar (http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/26612).
Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah. Mengikut kepahaman konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak boleh dipindahkan daripada guru kepada guru dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu dibina sesuatu pengetahuan itu mengikut pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah hasil daripada usaha murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid. Blok binaan asas bagi ilmu pengetahuan sekolah ialah satu skema yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh murid sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Pikiran murid tidak akan menghadapi realita yang berwujud asing dalam lingkungan. Realita yang diketahui murid adalah realita yang dia bina sendiri. Murid sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.
Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus mengambil kira struktur kognitif yang sedia ada pada mereka. Apabila maklumat baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina. Proses ini dinamakan konstruktivisme (http://andyspamkidz.multiply.com/journal/item/3)

Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme
1. Discovery Learning
Dalam model ini, siswa didorong untuk belajar sendiri, belajar aktif melalui konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru sebagai motivatornya. Pertama, guru mengidentifikasi kurikulum. Selanjutnya memandu pertanyaan, menyuguhkan teka-teki, dan menguraikan berbagai permasalahan. Kedua, pertanyaan yang fokus harus dipilih untuk memandu siswa ke arah pemahaman yang bermakna. Siswa lalu memformulasikan jawaban sementara (hipotesis). Ketiga, mengumpulkan data dari berbagai sumber yang relevan, dan menguji hipotesis. Keempat, siswa membentuk konsep dan prinsip. Kelima, guru memandu proses berfikir dan diskusi siswa, untuk mengambil keputusan. Keenam, merefleksikan pada masalah nyata dan mengolah pemikiran guna menyelesaikan masalah. Proses ini mengajarkan siswa untuk memahami isi dan proses dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain, siswa belajar menyelesaikan masalah, mengevaluasi solusi, dan berfikir logis.
2. Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam model ini, siswa dihadapkan pada masalah nyata yang bermakna untuk mereka. Persoalan sesungguhnya dari pembelajaran berbasis masalah adalah menyangkut masalah nyata, aksi siswa, dan kolaborasi diantara mereka untuk menyelesaikan masalah. Pertama, guru memotivasi diri siswa, dan mengarahkannya kepada permasalahan. Kedua, guru membantu siswa dengan memberi petunjuk tentang literatur yang terkait masalah, dan mengorganisirnya untuk belajar dengan membuat kelompok kerja.
Ketiga, guru menyemangati siswa untuk mencari lebih banyak literatur, melakukan percobaan, membuat penjelasan untuk menemukan solusi. Setelah itu, secara mandiri, kelompok kerja siswa melakukan penyelidikkan. Keempat, kelompok kerja siswa mempresentasikan hasil temuannya, baik itu berupa laporan, video, model, dan dibantu guru dalam mendiskusikannya. Kelima, kelompok kerja siswa menganalisis, dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah. Pada bagian ini pula, guru membantu siswa dalam merefleksikannya.
Pada model ini, guru dan siswa bersama-sama dalam proses, sesuai dengan porsinya. Mereka bersama-sama untuk mengkaji, membaca, menulis, meneliti, berbicara, guna menuju pada penyelesaian masalah selayaknya dalam kehidupan yang nyata. Tidak ada satupun teori tunggal konstruktivisme, begitupula tidak ada satu-satunya model pembelajaran sebagai penerapan konstruktivisme.
(http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/12/konstruktivisme-dan-pembelajaran.html)



PEMBELAJARAN DENGAN KONSEP E-LEARNING
Belajar mandiri didefinisikan sebagai usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk mencapai suatu kompetensi akademis. E-learning sebagai bentuk belajar mandiri bukan merupakan usaha untuk mengisolasi siswa dari bimbingan guru karena guru berfungsi sebagi sumber, pemandu, dan pemberi semangat. Belajar mandiri menunjukkan bahwa siswa tidak tergantung pada penyeliaan (supervision) dan pengarahan guru terus menerus, tetapi siswa juga mempunyai kreatifitas dan inisiatif sendiri, serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya.
Winarto (2004) dalam karya tulis ilmiah sosial, menyebutkan bahwa istilah pembelajaran berbasis web (e-learning) merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet. Tujuan pembelajaran berbasis web ini menitikberatkan pada efisiensi proses belajar mengajar. Cara pengajaran maupun materi agar tetap mengacu pada SAP dan kurikulum nasional. Konsep knowledge management, belajar mandiri yang berbasis pada kreativitas siswa, akan mendorong siswa melakukan analisa hingga sintesa pengetahuan, menghasilkan tulisan, informasi dan pengetahuan sendiri menjadi fokus yang lebih mengarah ke masa depan.
Menurut Syamsudin (2006), ada tiga manfaat utama dari metode pembelajaran e-learning, yakni:
a. E-learning (khususnya yang berbasis web) memberikan fleksibilitas
b. E-learning memberikan independensi bagi siswa. Siswa diberikan kesempatan memegang kendali senidir terhadap keberhasilan proses belajar yang dia lakukan.
c. Secara umum, metode pembelajaran e-learning memberi konsekuensi biaya yang relatif murah.




PEMBAHASAN
KONSEP PEMBELAJARAN BAHASA
Situasi pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan konstruktivisme, memberikan kesempatan siswa untuk mengadakan “konstruk” dengan kemampuan yang dimilikinya. Guru hanya memberikan sejumlah materi, dan siswa yang akan menginterpretasikannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Keberhasilan konsep ini ditinjau dari kualitas masing-masing individu dalam usaha pengembangan diri. Ada empat isu pokok yang dapat dicari jawabannya di kelas, yaitu
a. Pengaruh penerapan konsep konstruktivisme oleh pengajar.
b. Bahasa pengajar.
c. Perilaku siswa di kelas.
d. Interaksi yang terjadi di kelas.
Dari data di atas diharapkan dapat dikembangkan rancangan atau pilihan rancangan pengajaran bahasa yang ideal untuk diterapkan di kelas bahasa Indonesia. Seperti halnya pembelajaran menulis pada mata pelajaran bahasa Indonesia menunjukkan hasil yang lebih baik dengan menggunakan hasil yang lebih baik dengan menggunakan konsep konstruktivisme, sementara pengayaan kosa kata dan tata bahasa menunjukkan kecenderungan hasil yang lebih baik dengan menggunakan model pembelajaran e-learning. (Koran Jaya Komar C, Makalah: Aplikasi Learning dalam Pembelajaran dan Pengajaran di Sekolah-sekolah Malaysia)
Perbandingan Situasi Pembelajaran Berdasarkan Knstruktivisme
Dan Pembelajaran E-Learning
Pembelajaran Konstruktivisme Pembelajaran E-Learning
Ruang lingkup pembelajaran disajikan secara utuh dengan penjelasan keterkaitan antarbagian, dengan penekenan pada konsep utama. Ruang lingkup pembelajaran disajikan secara terpisah tedapat bagian khusus untuk monitoring kegiatan proses belajar dan hasil evaluasi siswa.

Pertanyaan siswa dan konstruksi jawaban siswa adalah penting. Kemampuan dan kemandirian siswa dalam melakukan kegiatan evaluasi dan monitoring hasil evaluasi secara mandiri.
Kegiatan pembelajaran berlandaskan beragam sumber informasi primer dan materi-materi dapat dimanipulasi langsung oleh siswa. Kegiatan pembelajaran berlandaskan beragam sumber informasi primer dan sekunder dan materi-materi yang dikelola langsung oleh sistem.
Dosen bersikap interaktif dalam pembelajaran, menjadi fasilitator dan mediator dari lngkungan bagi siswa dalam proses belajar. Guru hanya sebagai evaluator dan mengembangkan materi pembelajran untuk di upload di website.
Penilaian terhadap proses belajar siswa merupakan bagian integral dalam pembelajaran, dilakukan melalui observasi guru terhadap hasil kerja siswa melalui portofolio siswa . Penilaian terhadap proses belajar siswa merupakan bagian kontinuitas dalam pembelajara, evaluasi an hasil evaluasi dilakukan secara mandiri melalui sistem yang disediakan.
Lebih banyak siswa belajar dalam kelompok dan dituntut keaktifan siswa dalam pengembangan diri. Siswa harus bekerja secara mandiri.

Perbandingan Konsep Konstruktivisme dan E-Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut Akhadiah, dkk (1998:35) dalam pengajaran menulis, praktik melalui pemberian tugas-tugas menjadi basis utama pengembangan kompetensi siswa. Pilihan strategi itu digambarkan dalam bagan berikut:
GOAL → CONTENT → EXPERIENCE → EVALUATION

Bagan tersebut menempatkan pengalaman menulis siswa sebagai sentral kegiatan belajar-mengajar bahasa. Negosiasi makna dalam bentuk menulis berlangsung dalam suasana berbahasa nyata yang telah diorganisasikan oleh pengajar.
Konsep konstruktivisme menuntut keaktifan siswa untuk mengembangkan diri secara intensif, sedangkan konsep e-learning menuntut siswa untuk selalu menyerap informasi yang disampaikan lewat website. Kemudian ketersediaan fasilitas yang diberikan kepada siswa untuk belajar secara mandiri dengan setting secara lebih bebas, sering membuat kondisi pembelajaran tidak terkontrol. Kemampuan siswa yang diukur dengan cara evaluasi setiap menyelesaikan materi tidak mencerminkan hasil evaluasi yang sebenarnya. Sementara konsep konstruktivisme lebih memudahkan guru dalam memantau tahap evaluasi dan hasil evaluasi, sehingga kekurangan pada sebagian siswa dapat terpantau sejak dini. Hasil yang diharapkan dalam pembelajaran berbasis konstruktivisme dan e-learning.
Dengan sistem e-learning siswa belajar secara aktif dan berinteraksi dengan materi secara langsung, interaksi siswa dengan sistem dibangun dan direncanakan untuk tujuan pembelajaran, sistem akan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat memotivasi siswa. Dialog maya antara siswa dengan sistem semakin memudahkan siswa dalam mengakses materi karena kemudahan sistem dengan setting bebas. Sedangkan konsep konstruktivisme, siswa masih memanfaatkan setting kelas, dengan pemanfaatan instuisi dan persepsi indrawi dengan guru sebagai fasilitator. Dengan mengetahui perbandingan antara konsep konstruktivisme dan e-learning¬, dinilai dapat menumbuhkan berbagai rancangan yang diharapkan dapat memenuhi kiteria pembelajaran menulis, yaitu lebih banyak berlatih atau praktik nyata (meaning focus), dan menulis sebagai berekspresi dan menyampaikan gagasan (http://mpkt.edu.my/bahan/konstruktivisme.doc).
Dengan dasar itu, keunggulan pembelajaran konsep konstruktivisme harus dikemas manjadi proses “mengkonstruksi” bukan saja “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Sementara konsep e-learning membutuhkan strategi dan keaktifan guru untuk memperkaya materi yang akan diolah oleh sistem.

PENUTUP
Belajar menggunakan filsafat konstruktivisme mengutamakan keaktifan siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuan berdasarkan interaskinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh. Jelas dalam hal ini, siswa dan proses belajar siswa menjadi fokus utama, sementara guru berfungsi sebagai fasilitator, atau bersama-sama siswa terlibat dalam proses belajar-mengajar. Bagi konstruktivis, mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar juga.
Belajar mandiri menggunakan fasilitas website menuntut siswa mempunyai tanggung jawab besar atas proses belajarnya. Belajar mandiri mengharuskan siswa untuk menyelesaikan suatu tugas melalui analisis, sintesis, dan evaluasi suatu topik materi secara mendalam. Yang penting ialah bahwa belajar dapat digunakan untuk mencapai akhir dari pendidikan, yaitu siswa dapat menjadi guru bagi dirinya sendiri.
Ditemukan pembuktian bahwa, pada teori konstruktivisme dituntut keaktifan siswa untuk mengembangkan diri, pengajar aktif untuk mengembangkan teori dan strategi, sarana cukup sederhana sehingga biaya murah, sedangkan dalam konsep e-learning, siswa harus aktif menggali informasi secara mandiri, pengajar tidak aktif, sarana belajar harus lengkap sehingga memerlukan biaya yang cukup mahal. Namun, baik teori konstruktivisme maupun e-learning mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Kedua teori tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar-mengajar, sekalipun hasilnya berbeda.




DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti, Madiar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan. 1998. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Baharuddin, Wahyuni, Nur Esa. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

http://andyspamkidz.multiply.com/journal/item/3 tanggal 09 maret 2008, pukul 14.58.

http://blog.persimpangan.com/blog/2007/09/21/construktivisme-teori-konstruktivisme tanggal 09 maret 2008, pukul 14.50.

http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/26612, tanggal 9 maret 2008, pukul 14.56

http://kesadaransejarah.blogspot.com/2007/12/konstruktivisme-dan-pembelajaran.html, tanggal 09 Maret 2008, pukul 14.36.

http://mpkt.edu.my/bahan/konstruktivisme.doc, tanggal 09 Maret 2008, pukul 14.15

Koran, Jaya Komar C. 2007. Makalah: Aplikasi Learning dalam Pembelajaran dan Pengajaran di Sekolah-sekolah Malaysia.

Max Darsono. 2000. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang Press.

Nurhadi, Burhan, A Gerad. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Pannen, Paulina, dkk. 1998. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta :PAU Dikti Depdiknas.

Sardiman. 2005. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Rajawali.

Soekamto, T dan Winaputra, U.S. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Sugandi, Achmad, dkk. 2006. Teori Pembelajaran. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Syamsudin, Vismaia. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Winarto, yunita, dkk. (Ed). 2004. Karya Tulis Ilmiah Sosial. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar